LULUS UJIAN, CORET MENCORET!

Minggu, 15 Juni 2008

OLEH : INDRA HANAFI

Jalan-jalan di Kota besar pada 14 Juni 2008 disuguhkan dengan aksi-aksi ”kreatif” siswa-siswa kelas 3 SMA yang baru saja mendapatkan info tentang kelulusan dirinya dari SMA. Aksi kreatif mereka membuat saya tidak habis pikir mengapa mesti dilampiaskan dalam bentuk mencoret-coret baju seragam mereka. Baju seragam mereka yang putih bersih dan lambang kesucian sebuah arti pendidikan itu harus dicoret dengan aneka warna. Kenapa siswa-siswa itu tidak mencoret celana mereka saja? Apakah karena celana mereka berwarna biru? Lantas kalau putih akan dicoret juga?. Kalau memang begitu ganti saja tahun ajaran ini baju sekolah harus berwarna biru agar tahun depan kalau lulus mereka tidak coret moret lagi.
Semua orang tua menyayangkan sikap itu. Di televisi pengamat, praktisi pendidikan dan siapapun yang peduli dengan pendidikan, geleng-geleng kepala dengan aksi ini. ” sebuah kelakuan kurang bagus!” Kata seorang tetangga saya yang anaknya juga merayakan kelulusan dengan cara seperti itu. Ketika suatu tempat secara bersamaan ada seorang siswa yang tidak mencoret baju seragamnya sama sekali. Masih bagus bajunya, masih suci begitu, dan sangat jelas indentitas kependidikannya. Saya coba bertanya kepadanya kenapa tidak mencoret bajunya. ” Aku tidak lulus Kak” jawabnya sedih. Terus saya berpikir kalau begitu mencoret adalah lambang kelulusan. Ini berarti sebuah solusi agar gimana tahun depan siswa tidak mencoret baju seragamnya lagi yaitu dengan membuatnya tidak lulus.
Kalau begitu juga coret mencoret berarti menjadi budaya bagi bangsa ini. Karena keberhasilan dunia akademiknya ditunjukkan dengan cara mencoret. Dengan mencoret berarti dia sukses, dengan mencoret berarti dia sukses, dengan mencoret dia akan bahagia dan dengan mecoret dia akan.....................! Kalau begitu dibangsa ini akan terjadi coret mencoret antar sesamanya. Bangsa ini hanya bisa mencoret-coret saja.
Berarti benarlah seperti apa yang dikeluhkan oleh Taufik Ismail sang Penyair Indonesia itu. ”Bangsa kita buta membaca, lumpuh pula dalam menulis”. Karena buta membaca dan lumpuh menulis maka yang bisa akhirnya mencoret saja. Karena kata guru saya dahulu kalau anak tidak pandai menulis dan membaca maka dia pasti mencoret.
Wah saya jadi tidak bisa berpikir, padahal disekolah sudah pasti membaca dan menulis tetapi kenapa harus mencoret ketika lulus. Kalau begini jadinya lebih baik diajarkan saja mereka itu melukis diatas batu agar kelak bisa melukis diatas air. Sama saja!
Akan tetapi mencoret saja tidak begitu, lulus juga menengak minuman keras bahkan pelecehan seksual. Nah memang dasar generasi pencoret! Mencoret Bangsa!

0 Comments: